A.
PENDAHULUAN
Hukum pengangkutan yang kemudian lebih popular dengan
transportasi berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban umat manusia.
Sebagai alat dan media perdagangan, pengangkutan menjadi begitu penting dan berarti ketika perdagangan
itu dilakukan tidak saja hanya dalam satu kota, akan tetapi juga melampaui
beberapa kota dalam suatu Negara maupun antara Negara. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek
yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan
perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai
kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Hukum
Dagang dengan cukup rinci dan jelas menguraikan bagaimana pengangkutan menjadi
elemen penting dalam rangka pengembangan hokum ekonomi. Oleh karena itu, agar
para pihak yang terlibat dalam pengangkutan tersebut tidak dirugikan atau
merugikan salah satu pihak, maka hokum secara rinci dan jelas mengatur mengenai
hokum pengangkutan tersebut.
Untuk mengetahui tentang hokum pengangkutan, maka penulis
akan membahas mengenai masalah pasal-pasal yang mengatur tentang pengangkutan
sebagai suatu perbuatan hokum yang kongkrit.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pengangkutan
Menurut
arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan.
Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau
barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jadi, dalam pengertian
pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat
ke tempat lain. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan
manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur
pengangkutan sebagai berikut :
1) Ada sesuatu yang diangkut.
2) tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.
3) ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan.
1) Ada sesuatu yang diangkut.
2) tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.
3) ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan.
Menurut
pendapat R. Soekardono, SH, pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan
tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena
perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta
efisiensi.Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat
asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu
diakhiri .
Sedangkan
menurut Abdul Kadir Muhammad Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang
atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari
tempat pemuatan ke tempat tujuan/ dan menurunkan barang atau penumpang dari
alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan . Sehingga Secara umum dapat
didefinisikan bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara
pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar angkutan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam
perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian
pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak
mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat
ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban
untuk membayar uang angkutan .
2.
Asas-Asas Pengangkutan
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan
menjadi dua yaitu:
1) Yang bersifat perdata; dan
2) Yang bersifat public
1) Yang bersifat perdata; dan
2) Yang bersifat public
Asas-asas
yang bersifat publik terdapat pada tiap-tiap Undang-Undang pengangkutan baik
darat, laut dan udara. Dalam pengangkutan udara terdapat dalam Pasal 2
Undang-Undang No.15 Tahun 1992. Asas-asas yang bersifat perdata merupakan
landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak
dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang.
Asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat perdata menurut Abdulkadir Muhammad
(1998: 18-19) adalah sebagai berikut:
a. Konsensual
a. Konsensual
Pengangkutan
tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan
pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau
sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.
b.
Koordinatif
Pihak-pihak dalam
pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang
mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan
melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan
penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa.
c.
Campuran
Pengangkutan
merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa,
penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut.
Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika
ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d.
Retensi
Pengangkutan tidak
menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan
fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang
atas biaya pemiliknya.
e.
Pembuktian dengan dokumen
Setiap pengangkutan
selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti
tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku
umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket
penumpang.
Ada
beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut :
i.
Asas
manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pengembangan peri kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta
upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara;
ii.
Asas
usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang
pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang
dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai
oleh semangat kekeluargaan;
iii.
Asas
adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat
dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;
iv.
Asas
keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa
sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara
kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan
masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional;
v.
Asas
kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus mengutamakan
kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;
vi.
Asas
keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan
utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar
moda transportasi;
vii.
Asas
kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan
menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia
untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.
viii.
Asas
percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pngangkutan harus berlandaskan pada
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa;
ix.
Asas
keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan
penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan .
3.
Prinsip Dasar Pengangkutan
Dalam
perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu antara pengangkut dan
pengirim adalah sama tinggi. Hubungan kerja di dalam perjanjian pengangkutan
antara pengangkut dan pengirim tidak secara terus menerus, tetapi sifatnya
hanya berkala, ketika seorang pengirim membutuhkan pengangkut untuk mengangkut
barang. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian pengangkutan mengandung tiga
prinsip tanggung jawab, yaitu:
a. Prinsip
tanggung jawab berdasarkan kesalahan
b. Prinsip
tanggung jawab berdasarkan praduga
c. Prinsip
tanggung jawab mutlak
Dalam
suatu pengangkutan bila undang-undang tidak menentukan syarat atau halyang
dikehendaki para pihak maka para pihak dapat mengikuti kebiasaan yangtelah
berlaku atau menentukan sendiri kesepakatan bersama, tentunya hal tersebutharus
mengacu pada keadilan. Tujuan pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan
hak-hak para pihak yang terlibat dalam pengangkutan. Kewajiban dari pengangkut
adalah menyelenggarakan pengangkutan dan berhak menerima biaya pengangkutan.
Sedangkan kewajiban pengirim atau penumpang adalah membayar biaya pengangkutan
dan berhak atas pelayanan pengangkutan yang wajar.
4.
Pasal-Pasal Pengangkutan dalam KUH Perdata dan Hukum
Dagang
Dalam Hukum Angkutan di atur
tentang jenis-jenis pengangkutan diantaranya adalah :
a. Pengangkutan Darat
a. Pengangkutan Darat
Yang diatur pada KUHP Buku I Bab
V bagian I, II pasal 96-98 dan dasar hukum yang lain dapat kita lihat pada BW /
KUHP Perdata. Buku III (Overen Comet) Dalam hal
pengangkutan darat sekalian diatur tentang pengangkatan barang,
pengangkutan lain yang diatur :
a. Pada Stb 1927/262 tentang pengangkatan kereta api
b. UU No 3 / 1965 (lembaran negara 1965 No 25) tentang lalu lintas jalan
a. Pada Stb 1927/262 tentang pengangkatan kereta api
b. UU No 3 / 1965 (lembaran negara 1965 No 25) tentang lalu lintas jalan
raya)
c. Stb 1936 No 451 berdasarkan PP No 28 / 1951 (LN 1951 No 2 ) dan PP
c. Stb 1936 No 451 berdasarkan PP No 28 / 1951 (LN 1951 No 2 ) dan PP
No 2/1964/LN 1964 no 5 tentang
peraturan lalu lintas jalan raya.
d. Peraturan tentang pos dan telekomunikasi
d. Peraturan tentang pos dan telekomunikasi
b. Pengangkutan laut
Dalam pengangkutan laut diatur pada :
i. KUHP Buku II Bab V, tentang perjanjian
antara kapal
ii. KUHP Buku II Bab V A, tentang
pengangkatan barang
iii. KUHP Buku II Bab V B, tentang pengangkutan orang
iv. Peraturan-peraturan Khusus lainnya.
c. Pengangkutan Udara
Diatur pada :
i. Stb
1939 No. 100 berdasarkan UU No. 83/1958 (LN 1958 No 159)
ii. Tentang
peraturan-peraturan lainnya.
d. Pengangkutan Perairan Pedalaman
Diatur
pada ;
Buku I Bab V KUHP bagian 2 dan 3
pasal 90 – 98 misalnya pengangkutan di Sungai dan di selat, danau dsb
Dalam
hukum Angkutan dikenal perjanjian timbal balik dimana di pengirim melakukan
perjanjian dengan di penerima dengan kewajiban membayar ongkos angkut.
Perjanjian timbal balik, sebaiknya dibuat dengan Akta Autentik
C.
PENUTUP
Dari
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan :
1.
KUH Perdata dan
Hukum Dagang cukup jelas mengatur mengenai pengangkutan di lautan, daratan,
kereta api dan sungai pedalaman.
2.
Pelaksanaan
hokum pengangkutan dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan asas-asas yang
berlaku serta prinsip-prinsip hokum yang terkandung di dalam pengangkutan.
3.
Para pihak
memiliki hak dan kewajiban ketika terjadi perjanjian kedua belah pihak untuk
saling menggunakan jasa.
________________________________________________________________
DAFTAR KEPUSTAKAAN
E. Saefullah Wiradipradja. 1989.Tanggung Jawab Pengangkut
dalam Hukum Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta.
Hata. 2006. Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT
dan WTO: Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum. Refika Aditama, Bandung.
Toto T. Suriatmaja. 2005.Pengangkutan kargo Udara,
Tanggung Jawab Pengangkut dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional,
Bani Quraisy, Bandung.
I.H. Ph. Diederiks Verschoor. 1991.Persamaan dan
perbedaan Hukum udara dan Hukum Angkasa, Sinar Grafika, Jakarta.
Inosentius Samsul. 2004. Perlindungan Konsumen:
Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak. Cet. 1. PPs FH-UI, Jakarta.
Komar Kantaatmadja. 1992. Bunga Rampai Hukum Lingkungan
Internasional, Alumni, Bandung.
Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia.
Grasindo, Jakarta,
Soedjono Dirdjosisworo. 2003. Kontrak Bisnis:
Menurut Sistem Civil Law, Common Law dan Praktek Dagang Internasional.
Mandar Maju, Bandung.
Soedjono Dirdjosisworo. 2006. Pengantar Hukum Dagang
Internasional. Refika Aditama, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar